Alasan Kenapa Aku Memilih Gaya Hidup Minimalis
Halo Sobat Catatan Yustrini, akhir-akhir ini nggak tahu kenapa ada sesuatu yang ternyata diam-diam jadi beban dalam hidupku.
Ya, hidup memang berat...apalagi kondisi ekonomi yang kata orang sedang tidak baik-baik saja. Namun ada satu hal yang baru aku sadari yaitu mengenai rumah.
Bersyukur, aku bisa menempati rumah (masih punya orang sih) yang ukurannya nggak terlalu besar tapi nggak kecil juga. Namun, di situ aku merasa sumpek. Bukan penuh barang aja, tapi pikiranku juga terasa penuh.
Sebagai ibu rumah tangga, aku kebanyakan menghabiskan waktu cuma di rumah aja bersama anak. Seharusnya rumah kan jadi tempat ternyaman ya, tapi kenyataannya setiap melihat meja penuh sama barang, lemari penuh, sudut dapur yang makin sesak, hatiku ikutan capek!
Sampai suatu hari aku menemukan postingan di Instagram yang membahas soal hidup minimalis. Di situ, ada ibu rumah tangga yang punya rumah tapi tertata rapi karena dia nggak punya banyak barang.
Dari situ aku tersadar, ternyata punya rumah dengan banyak barang bisa bikin pikiran jadi stress.
Apa Itu Gaya Hidup Minimalis?
Gaya hidup minimalis adalah gaya hidup yang mengutamakan kesederhanaan dan kebermanfaatan di setiap aspek kehidupan.
Sebenarnya, aku sudah mulai mengenal gaya hidup minimalis ini sejak punya buku-nya Marie Kondo. Tapi aku enggan baca, karena konsep ini sangat bertentangan sama aku yang hobi menyimpan barang. Bukan barang yang terlalu berguna sebenarnya sih, kayak struk-struk belanja, tiket masuk wisata, bungkus-bungkus makanan, dll.
Dan hal ini sempat bikin aku sama mama mertuaku jadi nggak cocok (sampai sekarang sih).
Simpan Dulu, Siapa Tahu Butuh Nanti
Aku tuh tipe orang yang sayang buang. barang. Plastik bekas belanjaan, bungkus paket yang masih bagus, kertas selebaran, kalender bahkan label baju aku simpan.
Ada rasa sayang atau merasa nanti kalo butuh biar nggak repot nyari atau beli.
Siapa yang begini juga? Kita sama dong! 😅
Lama-lama aku sadar, bukan cuma barang yang numpuk. Tapi pikiranku juga.
Hidup Minimalis Versiku: Pelan, Tapi Pasti
Aku nggak langsung bisa berubah dalam sekejap. Namun, pelan-pelan aku mulai memilah mana barang yang akan aku simpan dan aku lepas.
Nggak bisa berubah dalam semalam langsung jadi ibu yang minimalis kayak selebgram-selebgram. Rumahku mungkin masih dianggap menyimpan barang nggak berguna, tapi setidaknya sudah jauh berkurang nggak seperti dulu lagi.
Yang terpenting, aku mulai belajar bahwa terlalu penuh menyimpan barang di rumah kurang bagus. Baik untuk pikiran maupun kebersihan. Selain itu rumah juga tampak kurang rapi dan bisa jadi sarang tikus.
Aku mulai dari hal-hal kecil:
1. Mengurangi Isi Tas
Kalo biasanya tasku penuh dengan uang struk belanja, karcis parkir, tiket kereta, bekas amplop gaji suami, sekarang aku pilah mana yang harus dibuang dan simpan.
2. Membuang Kotak Bekas Makanan
Kalo dapat kotak makan dari suatu acara atau beli online, biasanya aku simpan sampai numpuk di lemari. Sekarang aku langsung buang, kecuali kalo masih bersih bebas minyak (nah, ini yang masih susah, hehe, tapi pelan-pelan bisa).
3. Membuang Mainan yang Sudah Rusak Parah
Di rumah ada pecahan mainan anak yang masih aku simpan bahkan bercampur dengan mainan yang masih bagus.
4. Berbagi Barang ke Orang Lain
Aku punya beberapa barang hasil endorse atau review blog, yang kadang kepakai kadang juga enggak. Nah, jika tidak terpakai, sekarang aku berikan ke saudara atau teman daripada cuma disimpan sampai kadaluarsa.
5. Langsung Membuang Bungkus Paket
Plastik, kardus, bubble wrap, kertas bekas bungkus paket sekarang langsung kubuang ke tempat sampah khusus sampah kering. Nggak lagi numpuk-numpuk di meja atau lemari.
6. Plastik Belanja Kumpulin Berikan ke Penjual Sayur Langganan
Kantong plastik lumayan kalo dikumpulin bisa berkarung-karung. Walau udah sering bawa kantong belanja sendiri, tapi masih sering nerima plastik dari toko, atau penjual di pasar. Kadang lupa juga nggak bawa kantong atau pas nggak bawa kantong belanja padahal lagi nggak niat beli jadi beli.
Solusinya, aku kumpulin lalu kuberikan ke penjual langganan di pasar. Dan mereka dengan senang hati menerimanya, karena ngurangin buat modal beli kantong plastik juga, kan?
7. Menghindari Beli Barang Diskon
Biasanya suka kalap beli baju anak murah atau buku karena diskon. Sekarang kalo lihat buku di mall atau toko buku, berpikir lagi apakah buku ini akan dibaca atau hanya sekedar akan memenuhi rak aja?
Mau beli kosmetik juga mikir, apakah akan dipakai atau tidak? Karena aku jarang banget keluar rumah dan biasa nggak pernah dandan juga. Jadi suka numpuk dan akhirnya kadaluarsa. Make up aku juga banyak yang nggak kepakai sampai sekarang, hu, hu....
Ini yang Aku Rasakan Setelahnya
1. Rumah jadi Lebih Lega
Nggak cuma rumah aja, pikiranku juga terasa lebih ringan karena tak perlu melakukan beres-beres yang seakan tiada habisnya. Mainan anak juga cuma itu-itu aja yang dikeluarkan. Jadi nggak habis energi untuk sekedar membersihkan rumah.
2. Belanja Lebih Sadar
Aku mulai bertanya ke diri sendiri sebelum membeli: “Benarkah aku butuh ini?”
Terutama kalo beli baju, kadang suka beli-beli aja. Tapi malas pakai. Dan biasanya kembali pakai baju yang itu-itu aja.
Trus kalo ada barang lucu, udah nggak tertarik banget buat beli. Mungkin prioritasku juga udah berubah.
Nggak tergoda sama iklan mainan anak yang lucu-lucu atau beli buku anak karena promonya menarik banget. Padahal harganya lumayan bisa buat tambah beli protein. Mending beli yang murah tapi kualitas dan isinya jauh lebih berbobot.
3. Lebih Dekat dengan Diri Sendiri
Tantangan Selalu Ada, Tapi Aku Terus Belajar
Kadang masih muncul keinginan untuk beli barang yang lucu-lucu. Kadang merasa bersalah karena membuang.
Tapi sekarang aku belajar: melepaskan itu bukan berarti menyia-nyiakan, tapi memberi ruang untuk hal-hal yang lebih berarti.
Minimalis Itu Menyenangkan, Bukan Beban
Hidup minimalis tidak selalu tentang “mengurangi sebanyak mungkin”.
Tapi tentang hidup dengan cukup.
Cukup barang yang bermanfaat. Cukup ruang. Cukup waktu. Dan cukup untuk diriku sendiri.
Kalau kamu juga sedang lelah dengan banyaknya “harus” dan “punya”, mungkin hidup minimalis bisa jadi awal untuk menemukan tenang.
Terima kasih sudah membaca catatan kecilku hari ini.
Semoga kamu selalu diberi kelapangan—di rumah dan di hati.
0 Komentar
Terima kasih telah berkunjung ke Catatan Yustrini. Silakan meninggalkan komentar. Mohon maaf komentar yang masuk akan melewati tahap moderasi terlebih dahulu, spam, iklan dan yang mengandung link hidup akan saya hapus.