Cerpen Anak Pertamaku yang Tampil di Media

Berbagi Itu Asyik

by: Yustrini


dokpri

“Bobby pelit! Bobby pelit!” ejekan dari teman-temannya terus mengiringi Bobby sampai halaman rumahnya.

Boby masuk dengan perasaan kesal. Ia jadi kehilangan semangat untuk bermain gara-gara Rio ingin meminjam sepeda untuk belajar naik sepeda. Sebenarnya ia tak suka dibilang pelit tadi. Hanya saja ia tidak mau sepedanya menjadi kotor atau rusak. 

Bobby memang selalu berhati-hati terhadap semua barang yang diberikan orangtuanya untuknya. Jadi ia tak pernah mengijinkan teman-temannya menyentuh barang-barang miliknya. Akibatnya semua temannya merasa sebal dan menjuluki Bobby Mr.Pelit.

* * *

Hari ini kedai mie pangsit paman Bobby resmi dibuka. Bobby bersepeda menuju ke sana untuk melihat-lihat sekaligus ingin membantu paman berjualan.

“Siang Bob, ayo cicipi dulu mie pangsit buatan paman.” ujar paman ketika mengetahui Bobby datang ke kedainya.

Sementara paman membuat mie pangsit, Bobby berkeliling kedai. Kedai milik pamannya lumayan luas. Di sana-sini banyak tanaman yang membuat suasana kedai menjadi lebih asri. Pengunjung hari itu lumayan banyak. Paman seperti agak kerepotan melayani pembeli. Maka dengan sigap Bobby membantu paman untuk membereskan meja-meja bekas orang makan.

“Terima kasih Bobby. Kau memang anak yang rajin. Ah, ini dia mie pangsit yang paman janjikan tadi.” paman membawa baki berisi dua mangkok pangsit untuk dimakan bersama setelah kedai agak sepi.

“Wah, mie pangsitnya enak sekali paman.” kata Bobby setelah menghabiskan satu mangkok mienya.
Pamannya tersenyum mendengar pujian dari keponakannya itu.

“Oya Paman, apa artinya pending payment?” Bobby menunjukkan tangan ke arah tulisan yang terpajang di depan pintu masuk.

“Oh, itu. Paman menerapkan sistem pembayaran tertunda. Maksudnya supaya orang yang tidak mampu bisa tetap makan di sini. Tetapi paman sendiri juga tidak merugi karena memberi makan gratis pada orang-orang yang tidak mampu.” 

“Berapa harga satu mangkok mie?” tanya Bobby.

“Satu mangkok hanya sepuluhribu. Bagi orang yang ingin berbagi biasanya mereka membayar dua kali lipat, tiga kali lipat bahkan ada yang sepuluh kali lipat,” paman menjelaskan.

Bobby mengangguk-angguk mengerti mendengar penjelasan dari paman.

“Kira-kira ada tidak orang yang tidak mampu mau makan di tempat ini?” tanya Bobby.

“Ada, Bob. Biasanya mereka sungkan masuk ke tempat ini. Jadi paman membuat kedai di tempat lain yang lebih sederhana supaya orang-orang itu tidak merasa sungkan lagi.”

“Wow! Ide paman hebat!” Bobby berdecak.

“Semua paman lakukan mengingat dulu ada penjual bakso yang berbuat baik pada keluarga paman dulu. Waktu itu paman tidak punya uang sedangkan Kezia ingin merayakan ulang tahun dengan makan di warung bakso. Uang paman hanya bisa untuk membeli satu mangkok bakso dan satu gelas es teh. Jadi paman memesan satu bakso dan satu es teh sambil meminjam dua mangkok lagi. Tapi penjual bakso itu memberi kami tiga mangkok bakso dan tiga gelas es teh. Putri paman sangat senang. Makanya setelah paman berhasil, paman menerapkan sistem ini. Supaya orang yang sedang mengalami kesulitan keuangan bisa merasakan kebahagiaan.”

“Wah! Pamanku baik sekali,” gumam Bobby.

“Kamu juga harus berbuat baik terhadap semua orang. Paman dengar kamu pelit sama temanmu ya?” paman mencubit hidung Bobby.

“Ah, Paman. Bobby bukan pelit. Itu semua Bobby lakukan karena kasihan sama papa dan mama yang telah bekerja keras untukku. Coba bayangkan jika mereka tahu kalau hasil kerja keras mereka rusak dan terbuang sia-sia.”

Paman memegang bahu Bobby agar lebih dekat dengannya.

“Tidak semua orang beruntung seperti posisi kita. Kalau Bobby mau meminjamkan. Paman percaya mama sama papa pasti takkan keberatan karena hasil kerja keras mereka juga berguna bagi orang lain.”

Bobby mengangguk mengerti, “kalau begitu mulai sekarang aku mau meminjamkan barang-barangku kepada mereka. Tapi harus ada syaratnya.”

Paman mengangkat kedua alisnya, “kok pakai syarat segala?”

“Harus. Tapi syaratnya mudah kok. Mereka harus menjaga dan merawat barang-barang yang mereka pinjam dariku. Bagaimana menurut Paman?”

“Hmm, boleh juga. Kalau begitu Mr.Pelit nggak ada lagi dong?” goda paman membuat Bobby tersipu.

“Bye, bye Mr.Pelit!” Kata Bobby dalam hati.

* * * *


0 Komentar