Resolusi tahun 2023


Hai Sobat Catatan Yustrini. Selamat Tahun Baru 2023, kiranya tahun ini menjadi tahun keberhasilan dan penuh kebahagiaan buat kita semua. Amin, amin, aminnnn.. 

Mengawali tahun ini aku memilih untuk belajar hidup minimalis. Setelah keluar aturan baru di Jogja bahwa masyarakat harus memilah sampahnya sendiri. 

Jujur, aku sempat merasa kebingungan dengan kebijakan ini. Memang sebelumnya, sempat ada masalah soal sampah di mana TPS ditutup sementara karena sudah tidak lagi mampu menampung sampah. Tapi kurang bijak juga jika tiba-tiba ada aturan larangan membuang sampah kecuali sampah organik. 

Nggak semua orang punya lahan buat mengolah sampah secara mandiri. Dan nggak ada sosialisasi ke masyarakat bagaimana cara memilah sampah dan ke mana menyalurkannya. Bank sampah? Sampai saat ini aku belum menemukan ada bank sampah di Jogja. Kalo teman-teman ada yang tahu, boleh diinfokan di kolom komentar ya. 

Nah, karena itu aku jadi kepikiran buat memulai hidup minimalis dan menuju hidup yang lebih ramah lingkungan. Nggak baik juga jika rumah kebanyakan barang, apalagi dengan barang yang cuma disimpan dan nggak akan dipakai lagi. 

Aku memang tipe orang yang sering menyimpan barang dengan alasan mungkin barang itu akan dibutuhkan suatu hari nanti. Misal seperti plastik bubble wrap, kardus bekas paket, kotak plastik bekas beli makan di luar, botol bekas yogurt, sampai sterofoam bungkus buah aja aku simpan. Dengan alasan 'siapa tahu nanti butuh'. Dan kenyataannya belum tentu dalam satu tahun aku memakainya lagi. 

Dan kalo butuh nyarinya susah juga dan akhirnya aku beli lagi yang baru. Hihi sama aja boong deh! 

Lalu buat apa barang-barang itu? Sebenarnya nggak cuma printilan nggak penting yang numpuk di rumah. Ada juga barang hasil giveaway yang nggak aku butuhin numpuk di rumah. Juga buku-buku lama yang nggak pernah aku buka lagi. Semua memenuhi rumah yang aku tempati saat ini. 

Memulai Hidup Minimalis Itu Nggak Mudah 

Buat orang tipe kayak aku itu susah banget buat memilah barang yang mau disimpan dan disingkirkan. Rasanya nggak tega banget sama barang yang mau dibuang. Tapi demi hidup yang lebih sehat dan lega, aku mulai belajar sedikit demi sedikit mulai tidak menyimpan kardus paket yang sepertinya masih bagus dan sayang kalo dibuang ha, ha. 

Nggak semudah itu membuang bungkus kado bekas dan juga kantong plastik (kresek) hasil belanja di toko. Sampai mamaku pernah datang dan langsung milihin tas plastik yang bergantungan di jendela. 

"Ini buang aja ya?" 

"Jangan, itu masih bagus," Jawabku. 

"Ini?" 

"Jangan!"

Ini? 

Nggak boleh! 

Fix. Buang semuanya. Aku langsung cemberut. 

"Buat apa nyimpen plastik segini banyaknya? " 

Kan, kalo butuh... 

Hahaha, iya alasan kalo butuh suatu hari nanti. Siapa tahu butuh bungkusin apa gitu. Padahal nggak pernah. Kalo kertas kado bekas itu bisa dipakai lagi buat bungkus kado, padahal kalo lagi butuh lupa di mana nyimpen ya, wkwkw. 

Alasan Harus Memulai Hidup Minimalis 

1. Rumah Mulai Terasa Sempit 

Setelah si kecil hadir di tengah-tengah kami. Rumah jadi berasa kurang luas untuk dia bermain. Di mana-mana barang. Bisa sih, dipindahin ke atas. Tapi atas juga mulai penuh.

2. Terinspirasi dari Sebuah Artikel 

Aku pernah baca tapi lupa di mana dan siapa haha. Yang jelas bukan bukunya Marie Kondo  yang Seni beres-beres. Itu adalah buku terseram bagiku, bahkan saat baca judulnya aja. Padahal itu buku bagus buat belajar hidup lebih lega. 

Nah, di artikel tadi itu disebutin ada seseorang yang hidup dengan beberapa baju saja. Dan jarang banget membeli barang kalo nggak penting-penting banget. 

Kebalikan aku dong, kalo ada diskon pengen beli. Ada yang lucu, mau beli. Dikit-dikit belanja online saat harbolnas. Padahal barangnya cuma dibuka, dilihat dan disimpan lagi, wkwkw. 

3. Agar Barang dapat Berfungsi Maksimal 

Aku punya jam yang nggak pernah dipakai. Ada rok panjang juga nggak pernah kupakai. Buku yang nggak pernah dibaca lagi. Semuanya masih bagus dan nggak dipakai. Terasa sayang aja jika semuanya cuma tergeletak dan disimpan. Sementara mungkin ada saudara, teman yang butuh. 

Jadi aku berikan barang-barang itu ke mereka. Aku tawarin dulu. Kalo mau baru deh dikasihkan. 

4. Biar Nggak Pusing dengan Perawatannya 

Barang yang terus disimpan bisa jadi rusak jika tidak pernah dibuka dan difungsikan. Misal tas dan sepatu. Harus sering dibuka dan diangin-anginkan. Kalo punya beberapa aja yang selalu dipakai pasti nggak ribet dengan kegiatan itu. Tapi kalo tas dan sepatunya ada banyak, pasti butuh waktu juga buat membuka satu per satu. 

Padahal dengan kondisi ku yang punya anak lagi aktif-aktifnya itu, waktu sangatlah berharga.

5. Minimalis itu Keren Kok! 

Belajar dari mama mertua yang hanya punya sedikit barang. Jarang beli barang yang nggak kepakai. Kalo pun dapat hadiah atau diberi orang, pasti bakalan diberikan ke orang lain jika nggak benar-benar butuh. 

Hasilnya, rumah selalu rapi karena minim menyimpan barang. Dan nggak jadi tempat persembunyian tikus atau binatang lainnya. Rumah lebih mudah dibersihkan dan tertata rapi. 


Apakah aku bisa mewujudkan hidup minimalis di tahun ini? Kita lihat saja, hahaha. 







0 Komentar