Pengalaman kena covid-19


Dinyatakan positif Covid-19 dan harus menjalani isolasi mandiri selama 14 hari merupakan kejadian yang tidak pernah aku duga. Disiplin prokes, jauhi kerumunan, rajin cuci tangan, jarang keluar rumah hingga pasti pake double masker kalo pas keluar juga sudah aku lakukan. Tapi ya, masih kena. Entahlah. Virus itu datang dari mana? 


Gejala Awal

Sebelum sakit, aku memang mual muntah dan perut selalu perih. Awalnya aku kira maag-ku kambuh. Tapi ingat kalo terakhir menstruasi bulan Mei dan sudah masuk bulan Juli belum datang juga. Badan juga rasanya lemes banget. Padahal pas ada daftaran vaksin, terpaksa ditunda dulu deh! 


Lalu maksa suami untuk segera belikan alat testpact mandiri. Awalnya memang dia males beli, karena takut kalo hasilnya negatif seperti dulu. Akhirnya setelah melewati sebulan lebih belum haid juga, testpack-nya dibeli juga. 


Pagi-pagi dengan perasaan dag dig dug, aku segera cek. Dan taraa...dua test pack menunjukkan hasil garis dua warna merah. Meski yang satu agak malu-malu keluarnya. 


Sorenya kami langsung ke faskes pertama BPJS yaitu Klinik Gading. Di sana hanya aku yang boleh masuk, sementara suami nunggu di luar. 


Niatnya sih, aku cuma mau minta rujukan untuk ke dokter kandungan tapi nggak diberikan. Alasannya  karena nggak ada kondisi darurat atau keluhan misalnya pendarahan.


Sempat agak kecewa sih kalo periksa di klinik ini. Bolak-balik ke sana, nggak ada pemeriksaan. Paling cuma ditanya keluhannya apa lalu dikasih obat atau vitamin. Cek tekanan darah juga pas lagi pendaftaran. 


Masuk ke poli kebidanan, bidan cuma tanya haid terakhir kapan dan kasih resep vitamin saja. Nggak ada tuh dicek perutnya atau ukur lengan seperti kalo periksa hamil. Mungkin karena pakai BPJS ya, jadi pelayanannya cuma gitu. Aku pun berusaha ikhlas dan berinisiatif cari dokter kandungan sendiri.


Berjalan Seperti Biasa

Lantas semua berjalan seperti biasa, aku minum vitamin dari klinik secara teratur. Mulai atur pola makan dengan banyak makan buah dan sayur. Keluar makin jarang, paling cuma berbelanja ke tukang sayur di dekat rumah. 


Tiba Jumat siang, aku tiba-tiba demam tinggi. Padahal selama ini aku nggak pernah demam yang sampai panas banget kalo dipegang. Paling cuma anget dikit. Dari pagi juga aku masih bisa masak dan beraktivitas seperti biasa. Dugaan awalku mungkin habis makan semangka jadinya masuk angin. 


Tetap berpikiran positif, aku putuskan untuk tidur. Mau minum obat, masih ragu karena lagi hamil. 


Sampai sore, aku justru tidak bisa tidur. Demam masih tinggi ditambah rasa ngilu di tulang seperti ketusuk-tusuk dari pinggang sampai ujung kaki. Untuk meredakan sakit, aku kompres dengan handuk anget. 


Malam itu, aku sudah nggak bisa makan. Mual muntah makin parah. Minum air hangat juga balik lagi. Yang bisa kulakukan cuma doa sambil terus minta dikompres dan dipijitin sama suami. Semalaman nggak bisa tidur karena merasakan sakit di sekujur kaki dan pinggang. 


Periksa ke Klinik Lagi 

Paginya, puji Tuhan demam sudah turun. Dan nyeri pinggang sudah tidak ada lagi. Tapi penasaran sama kondisi janin apakah baik-baik aja atau ada kondisiku yang nggak beres? 


Setelah sarapan, aku dan suami ke klinik Gading lagi. Kali ini aku langsung minta ke poli kebidanan dengan keluhan demam. Tapi pas dicek tensi, bidannya bilang kalo demam harus periksa ke dokter umum. Aku saat itu sudah bilang, nyeri juga dari pinggang ke kaki tapi bidannya tetap ngerujuk aku suruh ke dokter umum aja. 


Oke, aku nurut. Di situ aku udah mulai nggak nyaman. Karena ada orang-orang yang lagi demam dan batuk-batuk menunggu di ruang tunggu yang sama dengan aku. Hu,hu,hu. 


Untungnya, aku nggak disuruh nunggu lebih lama langsung dipersilakan masuk ke ruang dokter. 


Di sini, aku juga cuma ditanya keluhannya apa tanpa dicek. Aku cerita kalo lagi hamil 7 minggu dan kemarin siang demam dan ngilu di pinggang sampai kaki. Nggak minum obat. Cuma dikompres. Sekarang demamnya sudah hilang.


Dokter tidak menyimpulkan apa-apa, langsung kasih resep paracetamol dan vitamin B. Dan bilang hati-hati, kamu jangan dekat-dekat sama orang yang lagi batuk-batuk. Orang hamil itu rentan terkena virus.


Oke, sampai di sini aku masih berpikir bakalan baik-baik saja. Dan nggak ada saran dokter untuk cek lebih lanjut. 


Sampai di rumah, demam datang lagi. Aku pun minum obat dari dokter tadi. Dan vitamin dari bidan tetap aku minum. 


Hari Minggu pagi, aku jadi mual muntah lagi. Dan mulai merasa ada gatal di tenggorokan. Agak was-was juga karena hari Senin ada jadwal periksa ke dokter kandungan. Di situ tertulis kalo mengalami demam, batuk, pilek sebaiknya dijadwal ulang. 


Batal Pergi ke Dokter Kandungan 

Senin pagi aku mulai merasa makin nggak nyaman di tenggorokan. Sorenya aku batuk-batuk. Wah, batal nih ke dokter. 


Suami langsung minta jadwal ulang ke hari Rabu. Dan suruh aku minum air hangat, makan buah dan banyak istirahat. 


Bukannya sembuh, hari selasa aku malah pilek. Dan siangnya mulai kehilangan indera penciuman. Suami juga merasa kurang enak badan. Jadi dia memutuskan untuk tidak masuk kerja. Kami pun tidur terpisah, aku di kamar atas dan suami di kamar bawah. 


Siang, suamiku demamnya makin tinggi. Padahal sudah minum vitamin, madu dan juga paracetamol. 


Di saat itu, aku mulai sedih. Kami cuma berdua di rumah, sama-sama sakit, lemas dan kehilangan penciuman. 


Suami langsung tanya ke Satgas Covid via WA dan mereka menyarankan untuk periksa ke puskesmas. Namun karena kami sudah sama-sama lemas, jadi cuma tiduran dan bangun hanya untuk ke kamar mandi. Untuk makan kami pesan Shopee Food yang untungnya lagi ada promo jadi masih bisa sedikit berhemat.


Di dalam situasi seperti ini, aku masih menolak kalo kami kena Covid. Aku percaya kalo ini hanya mengalami flu biasa. Tapi suamiku bilang kalo kami Covid. Dan menyuruhku untuk menghubungi puskesmas atau satgas covid. Tapi aku tetap tidak mau, haha.


Jangan ditiru ya, Sobat.. Hal ini sangat berbahaya sebenarnya. Lebih baik periksa ke dokter atau puskesmas jika mengalami gejala flu mirip covid. 


Meski tidak lapor, kami bersyukur, teman-teman kerja suami sangat perhatian dengan segera mengirim suplai buah, dan vitamin. Dan sebelumnya, kami berdua juga menonton video dr. Tirta tentang isoman. 


Suami langsung gercep dengan sedia alat oxymeter, madu dan buah sebelumnya. Pesan makanan di Shopee Food juga yang enak-enak. Beli daging, telur dan ikan. Tiap hari kami usahakan bisa makan yang bergizi. Dan minum air putih hangat. 


Aku juga terus berusaha makan, ngemil buah agar baby dalam kandungan tidak kelaparan. Di sini aku nggak bisa makan nasi, jadi beli mie ayam, kwetiau dan pempek. 


Bersyukur kami nggak ada komorbid jadi nggak perlu ke rumah sakit. Saturasi oksigen juga normal masih di atas 95. 


Hari Sabtu Cek ke Puskesmas

Karena sudah merasa lebih sehat, kami berdua periksa ke puskesmas. Kenapa nunggu agak sehat? 


Pertama, jelas nggak ada yang mau bantu antar kami kalo kondisi sedang batuk pilek. Saudara juga pasti was-was juga meskipun mereka mau. Dan kami juga nggak mau menularkan virus seandainya iya, kami kena covid. 


Pesan taxi online? 

Kasihan dong driver dan keluarganya kalo mereka sampai kena juga. 

Di puskesmas, kami diperiksa di UGD. Dan disarankan untuk swab hari Senin. Baiklah. Kami berharap bahwa hasilnya nanti negatif. Meski aku takut juga diswab. 


Ada yang bilang kalo lagi batuk demam di swab jelas hasilnya positif meski tidak kena Covid. Tapi entah benar atau tidak, kami memutuskan tetap swab untuk kepentingan bersama dan jaga orang-orang di sekitar kami tetap sehat. 


Positif dan Isoman 14 Hari

Hari Senin pagi, sesuai jadwal kami pergi swab di puskesmas. Berada di ruangan paling belakang. 


Siang, hasil sudah keluar. Betul saja kami berdua positif covid dan diberi surat untuk isoman selama 14 hari. Petugas Puskesmas datang dan memberikan vitamin serta kasih tahu tetangga bahwa ada yang isoman.


Aku yang sudah siap dari kemarin-kemarin, merasa lega. Beda sama suami. Dia yang dari kemarin menguatkan aku biar nerimo bila hasilnya positif malah terlihat syok. Siangnya dia nggak nafsu makan dan sedikit demam lagi. Batuknya juga masih betah. 


Biar lebih cepat sembuh, aku minta suami pindah ke kamar atas lagi. Di kamar bawah, hawanya lebih dingin dan mungkin situasi ini bikin demamnya nggak hilang-hilang. 


Kekuatan Doa Membawa Kesembuhan

Selama sakit, aku nggak pernah minum obat. Hanya minum vitamin Asam Folat dan B16. Makan masih mual muntah dan tidak bisa kemasukan nasi. Namun demi janin yang ada, aku usahain makan buah sambil berdoa. Biar kami bisa lolos dari penyakit ini. 


Mama mertua dan saudara dari suami nggak ada yang berani datang. Tapi selalu mengirimkan buah dan makanan lewat ojol. Tak lupa juga selalu doa lewat whatsapp tiap malam. Pagi-pagi juga doa lagi. 


Teman-teman di gereja juga banyak yang mendoakan kami. Dan kami percaya bahwa kekuatan doa itulah yang membuat kami berdua sembuh. 


Dan sampai hari ini kami sudah bisa beraktivitas secara normal. Meski masih gampang capek dan lemas. Kalo kata dokter, itu gejala long covid yang bisa memiliki gejala yang berbeda tiap orang. 


Demikian pengalamanku terkena Covid dan isoman di rumah. Setiap orang bisa memiliki gejala yang berbeda, tetap waspada jika mengalami demam, batuk pilek. Tetap patuhi prokes karena mencegah lebih baik daripada mengobati. Salam sehat selalu! 


0 Komentar